01 Juni 2008

PPS Gadog Ditutup - Buntut Perseteruan Dephut - GF

Sumber: Tabloid Agro Indonesia - Vol. IV No. 194 / April 2008

Perseteruan antara Departemen Kehutanan (Dephut) dengan The Gibbon Foundation (GF) yang berujung putusnya kerjasama di tengah jalan pada April 2006 ini memaksa satu dari tujuh Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) yang berada di Indonesia itu tutup.

Perseteruan antara Departemen Kehutanan (Dephut) dengan The Gibbon Foundation (GF) yang berujung putusnya kerjasama di tengah jalan pada April 2006 ini memaksa satu dari tujuh Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) yang berada di Indonesia itu tutup.

Terhitung 1 Maret 2008, kami terpaksa menghentikan operasional PPS Gadog. Bagi yang mengerti konservasi, langkah yang kami ambil ini sudah tepat," ujar Koordinator Pengelola Satwa PPS Gadog, Erwin Wilianto sewaktu dihubungi Agro Indonesia pekan lalu.

PPS Gadog memang kadung patah arang terkait dengan beratnya tanggungan. Padahal menurut Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Dephut, Tonny Rakhmat Soehartono, pemerintah merniliki dana total sebanyak Rp 1,8 miliar unfuk PPS di seluruh Indonesia. Hingga Agustus 2007 yang baru terserap sekitar Rp 500juta.

Erwin pun tak menyangkal adanya dana itu. Hanya saja, kurang. "Dana yang kami terima dari Dephut tidak mampu menutup seluruh keperluan operasional PPS Gadog. Pengeluaran PPS Gadog rata-rata mencapai Rp 20 juta perbulan. Namun Dephut hanya mencukupi 60% saja atau Rp 12 - 15 juta perbulan. Kekurangannya yang 40% itu kami upayakan lewat donasi dan adopsi satwa. Itu pun paling menutup maksimal 10 hingga 15%," beber Erwin.

Apalagi, lanjutnya, anggaran yang diajukan pihaknya pada Dephut untuk Januari hingga Juni 2007, baru cair November 2007 kemudian. Maklum, mekanisme birokrasi butuh prosedur baku yang makan waktu.

Sedangkan urusan satwa yang menjadi penghuni PPS Gadog yang terdapat di Desa Sukakarya, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor ini akan dialokasikan secara bertahap. Hingga Januari 2008 disana tercatat 42 ekor satwa hasil sitaan yang terdiri dari 13 spesies.

"Sebagian satwa di PPS Gadog sudah dialihkan ke lembaga konservasi lain seperti PPS Cikananga ; Sukabumi, Kebun Binatang Ragunan; Jakarta dan Iniasiasi Alam Rehabilitasi; Bogor," kata Kepala Baiai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Tubagus Unu Nitibaskara.

Wakil Koordinator sekaligus saiah satu pendiri PPS Cikananga, Resit Sozer membenarkan keterangan itu. Pihaknya pada Februari lalu menerima beberapa satwa limpahan dari PPS Gadog. Total 8 ekor yang terdiri dari 3 siamang, 2 beruang madu, 2 lutung dan 1 kakatua jambul kuning. "Kami terima saja karena keberadaan PPS Cikananga sesuai peruntukannya. Masalah dana operasional yang akan bertambah, biarlah kami yang mengusahakannya," tukas Resit.

Maklum, manajemen PPS Cikananga yang terdapat di Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi ini pun pernah mengeluh soal beban biaya yang harus ditanggungnya. Pasalnya, biaya itu menjadi tanggung jawab Dephut pasca berakhirnya hubungan dengan GF.

Ketika Dirjen PHKA, Dephut mengeluarkan surat No. S 417/1V-KKH/2006 tanggal 19 April 2006, berakhirlah era kerjasama Dephut dengan GF. Talak tiga hubungan itu sebelumnya memang sudah didesak-desak GF melalui suratnya No. 001/TGF/5H/2006 tanggal 1 Maret 2006.

Bahkan pada 7 April 2006 lewat surat No. 004/TGF/IV/2006, GF kembali menuntut Dephut untuk putus secepatnya. Surat itu juga disertai nada tekanan bahwa jika dalam waktu dua minggu belum ditanggapi, rnaka PHKA dianggap setuju dengan pemutusan hubungan kerjasama tersebut.

Dephut sendiri nampaknya memang sudah enggan bemitra dengan GF, yang dijalin sejak 8 Agustus 2002. Dephut merasa tidak nyaman dengan berbagai komentar GF yang melampaui batas ruang lingkup kerjasama. Ibarat suami-istri, sudah tak ada komunikasi dan hubungan yang harmonis. Bahkan, timbul saling tidak percaya dan satu sama lain tidak menghargai.

Padahal dari-hubungan itu sudah melahirkan tujuh PPS. Ke tujuh PPS itu adalah Tegal Alur (DKI Jakarta), Gadog (Bogor) dan PPS Cikananga (Sukabumi), Yogyakarta dan Petung Sewu (JawaTimur), Bali dan Tasekoki (Sulawesi Utara). Kecuali Tegal Alur yang milik pemerintah, seluruh asetnya kepunyaan GF dan tanah milik perorangan.

PPS memang menjadi keharusan bagi negara-negara yang sudah menandatangani resolusi Convention on International Trade in Endangered Species (CITES). Dalanm resolusi CITES setiap negara anggota diminta agar memiliki fasilitas PPS guna menyelamatkan satwa-satwa liar sitaan, terlantar atau hasil penyerahan dari masyarakat.

Sesuai fungsinya, PPS seperti rumah sakit buat para satwa liar yang dilindungi. PPS ini merupakan penampungan satwa-satwa yang disita dari masyarakat untuk dirawat dan direhabilitasi. (Fenny)

0 Comments:

 

blogger templates | Make Money Online